Minggu, 16 Juli 2017

Apa aku adalah sahabat yang baik?

Selama ini aku pikir aku telah menjadi seorang sahabat yang baik. Aku selalu mendengarkanmu, menemanimu dalam suka dan duka. Mengalah untuk setiap keegoisanmu, dan menuruti semua hanya agar kita tak saling bertentangan. Tidak jarang aku marah, tapi cukup kupendam sendiri. Selalu mencari beribu alasan positif agar tidak ada konflik diantara kita. Tapi yang kau lakukan, selalu sebaliknya.

Beberapa waktu lalu aku menonton sebuah film, di film tersebut menceritakan tentang sekelompok sahabat, dimana salah satu diantara mereka ada seorang yang selalu dianggap sebagai sahabat yang paling baik d antara yang lain, dan ada satu lagi yang justru selalu di bully. Saat itu sahabat yang selalu di bully itu memulai sebuah permainan, dimana permainan itu berisi beberapa pertanyaan tentang beberapa kejadian yang terjadi di antara mereka. Sahabat yang baik adalah orang yang memiliki attitude yang baik, sehingga disegani dan dipandang sebagai sahabat yang paling baik. Namun berkat pertanyaan ini, terungkaplah sisi pandang setiap orang, ternyata semua temannya pernah satu-dua kali tanpa sengaja sakit hati atas sikap teman yang baik tersebut.

Dari sini aku sadar, tak pernah ada yang mengeluhkanku bukan berarti aku sahabat yang baik. Aku sendiri berusaha memendam apabila aku marah dengan seseorang, mungkin kamu juga begitu. Bisa jadi justru aku tak pernah menjadi bahkan sekedar teman yang baik bagimu.

Tapi kejadian ini membuatku benar-benar kecewa. Jika dikejadian lalu aku hanya marah padamu, dan menciptakan keretakan di hatiku, kali ini aku benar-benar kecewa padamu, bahkan aku membangun parit yang dalam diantara kita. Maaf untuk aku yang jadi semakin egois, maaf untuk aku yang tak mau mengerti. Maaf untuk bertahun-tahun yang menjadi sia-sia.

Aku bukan sedang mencari pembenaran atas apapun, karena aku tahu, aku pun bersalah padamu. Maaf karena aku tak bisa mengungkapkan ini semua secara langsung. Bagaimana mungkin aku bisa mengatakannya, ketika hati kita bahkan sudah saling menjauh.

Semakin jauh aku mendaki, ternyata egoku malah semakin meninggi.
Memiliki pijakan yang lebih kuat hanyalah sebuah kamuflase dalam pembelaan.
Deru angin yang semakin kencang membuat hati nurani tertutup sampah kesombongan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar