Senin, 18 Desember 2017

Rembulan tak akan pernah mendustai matahari
Saat ia selalu datang, walau tau tak akan pernah bersua
Dengan sabar bergantian menatap semesta
Mengiringi bumi menorehkan kisah


Sabtu, 04 November 2017

Kini semua sudah semakin jelas,
siapa yang selalu ada, dan siapa yang hanya semu belaka.
Tapi dasar hati ...
saat tak ada lagi toleransi yang tercipta,
semua pun tak lagi terasa, hanya semu belaka ..

Minggu, 08 Oktober 2017

Sepotong Luka

Hayyy ... kamu yang bahkan kita tak pernah saling mengenal, tapi harus bersinggungan dalam luka.
Apa kabar dirimu?? Ingin rasanya walau sekali kita bertemu 🙂

Mishari Rasyid Al - Ahfasy, suara murotalnya begitu merdu, dan yang paling banyak di putar di Indonesia (setidaknya di sekitarku). Selama tiga tahun ini, setiap kali mendengar suaranya, ada perih yang terasa. Jauh di sudut hatiku yg lain, selain bergetar karena mendengar suaranya membacakan firman Allah swt. hati ini juga perih karena mengenangmu. Mengenangmu yang tak pernah ku temui, dan mungkin bahkan kau tak pernah mengingatku sedikitpun.

Andalusia, sebuah kota yang di taklukan oleh Sultan Mohammed Al-Fatih II, sang panglima perang yang bahkan sudah di ramalkan oeh Rasulullah saw. Dan aku begitu mengaguminya. Tapi kalian, membuatku perih setiap kali mengingatnya. Ada bagian di sudut hatiku yang selalu mengenangmu, mengenang kalian.

Ini hanya sepotong cerita di masa lalu, yang mungkin akan di tertawakan di kemudian hari. Tapi sampai hari ini perih itu masih terasa.

Keegoisanku

Hay .. kamuu ..
Iya kamu, yang entah sedang memikirkan apa, karena kamu selalu punya pemikiran yang tak pernah mampu kupahami. apalagi kini, saat hatiku sudah terlampau menjauh, saat egoku sudah membuat tembok yang terlalu tinggi.

Aku hanya mau bilang, bahwa aku turut berbahagiaaa ...... sangat bahagia atasmuu 😘😘😘

Mungkin kau bertanya, mengapa aku tak mengatakannya langsung, mengapa sikapku justru bertentangan, ini karena kau tak mau berbagi bahagia itu bersamaku 😢. Yaaaa .. siapalah diriku yang memang sejak awal tak pernah kau anggap ☺. Dan ... yaa, egoku terlalu tinggi.

Aku tau ini salah, tapi bagaimanalah ketika hati ini sudah tergores terlalu dalam oleh tajamnya lidahmu. Aku terlampau kecewa, hingga hatiku tak bisa lagi memahamimu. Ini bukan salahmu kok, ini hanya karena egoku yg terlalu tinggi sehingga tak mampu lagi memahami semuanya.

Maaf, karena aku tak bisa membersamaimu dalam bahagiamu. Bukan ku tak ingin, tapi aku tak siap untuk di tolak. Lebih baik aku menyingkir daripada kecewa untuk yang kesekian kalinya.

Sekali lagi, aku katakan bahwa aku turut bahagia untukmu 😘😘, terimakasih untuk semua kisah yang pernah kita lukiskan beraama. Sekarang saatnya aku pamit dari hidupmu dan maaf untuk aku yang terlampau egois.

Senin, 17 Juli 2017

Menasehati memang mudah, yang sulit adalah melakukannya.
Berapa banyak kata bijak yang mampu kau rangkai, tapi tak satupun dapat kau lakukan.
Itu lah dirimu, sebuah kemunafikan.

Hari ini, tuhan membuat ku kembali menelusuri jejak masa lalu.
Ada kisah dimana ku dihamparkan pada indahnya padang kenangan, yang membuat ku merindu.
Ada kisah dimana ku harus melalui semak berduri, yang sampai saat ini masih menyisakan ngilu.
Ada kisah, dimana setiap tawa di mulai, setiap janji di buat, tapi kini hanya menjadi sepenggal cerita yang bahkan enggan untuk diingat.

Aku merindu, pada semua yang semakin menjauh. Pada dirimu, dan semua cerita diantara kita. Pada setiap janji yang pernah kita ikrarkan, pada setiap kenangan yang pernah kita lukiskan.

Aku membenci, bahwa sampai saat ini aku masih tak bisa juga memeluk rasa sakit itu. Masih ada perih setiap melihatnya. Berjuta ingin yang ku impikan, tak pernah bisa mengurangi sedikitpun luka yang kurasa.

Saat ini aku berhenti, untuk sekedar menengok masa lalu.
Haruskah ku lanjutkan perjalanan egoku, atau kembali mengulang semua bersama lagi.

Minggu, 16 Juli 2017

Apa aku adalah sahabat yang baik?

Selama ini aku pikir aku telah menjadi seorang sahabat yang baik. Aku selalu mendengarkanmu, menemanimu dalam suka dan duka. Mengalah untuk setiap keegoisanmu, dan menuruti semua hanya agar kita tak saling bertentangan. Tidak jarang aku marah, tapi cukup kupendam sendiri. Selalu mencari beribu alasan positif agar tidak ada konflik diantara kita. Tapi yang kau lakukan, selalu sebaliknya.

Beberapa waktu lalu aku menonton sebuah film, di film tersebut menceritakan tentang sekelompok sahabat, dimana salah satu diantara mereka ada seorang yang selalu dianggap sebagai sahabat yang paling baik d antara yang lain, dan ada satu lagi yang justru selalu di bully. Saat itu sahabat yang selalu di bully itu memulai sebuah permainan, dimana permainan itu berisi beberapa pertanyaan tentang beberapa kejadian yang terjadi di antara mereka. Sahabat yang baik adalah orang yang memiliki attitude yang baik, sehingga disegani dan dipandang sebagai sahabat yang paling baik. Namun berkat pertanyaan ini, terungkaplah sisi pandang setiap orang, ternyata semua temannya pernah satu-dua kali tanpa sengaja sakit hati atas sikap teman yang baik tersebut.

Dari sini aku sadar, tak pernah ada yang mengeluhkanku bukan berarti aku sahabat yang baik. Aku sendiri berusaha memendam apabila aku marah dengan seseorang, mungkin kamu juga begitu. Bisa jadi justru aku tak pernah menjadi bahkan sekedar teman yang baik bagimu.

Tapi kejadian ini membuatku benar-benar kecewa. Jika dikejadian lalu aku hanya marah padamu, dan menciptakan keretakan di hatiku, kali ini aku benar-benar kecewa padamu, bahkan aku membangun parit yang dalam diantara kita. Maaf untuk aku yang jadi semakin egois, maaf untuk aku yang tak mau mengerti. Maaf untuk bertahun-tahun yang menjadi sia-sia.

Aku bukan sedang mencari pembenaran atas apapun, karena aku tahu, aku pun bersalah padamu. Maaf karena aku tak bisa mengungkapkan ini semua secara langsung. Bagaimana mungkin aku bisa mengatakannya, ketika hati kita bahkan sudah saling menjauh.

Semakin jauh aku mendaki, ternyata egoku malah semakin meninggi.
Memiliki pijakan yang lebih kuat hanyalah sebuah kamuflase dalam pembelaan.
Deru angin yang semakin kencang membuat hati nurani tertutup sampah kesombongan

Bagaikan godam yang menghancurkan, hati itu remuk berkeping-keping.
Bagaikan membayar semua kepalsuan, kepedihan itu menancap terlalu dalam.
Aku tidak marah, hanya teramat kecewa dengan semesta.
Andai aku turuti kemauan takdir, mungkin luka tak kan tercipta.
Terus berada dalam kubangan kepalsuan mungkin akan lebih baik dibanding berdiri dalam kehampaan.

Sudah satu minggu Dara tak lagi ceria. Tatapannya seringkali kosong, dengan air mata yang mulai menggantung di pelupuknya. Senyumnya palsu, dan semua yang dilakukannya tak memiliki jiwa. Ini semua bermula sejak Ia melihat foto Adrian dengan teman-temannya. Foto tersebut menampilkan Adrian dengan teman-temannya yang seolah sedang melakukan kencan berpasangan. Awalnya Dara mencoba menanggapinya dengan biasa saja, namun ternyata apa yang diungkapkan Adrian justru membuat dunianya hancur. Adrian mengakui bahwa dirinya telah membohongi Dara. Dara yang sebenarnya sudah tau kini semakin terpukul. Ia merasa untuk apa selama ini Ia berpura-pura tidak tahu, untuk apa selama ini Ia berusaha tegar jika pada akhirnya justru Adrian sendiri yang dengan sengaja menghancurkannya. Bagaikan sebongkah es, Dara luluh dalam luka, lebur dalam hampa. Hatinya terluka, kecewa mendekapnya.

Adrian kehabisan cara untuk meyakinkan Dara. Dia tahu tak ada yang bisa ia lakukan, maaf hanya akan membuat hati wanita itu semakin terluka. Adrian tidak pernah menyangka bahwa kesalahannya menjadi sebegitu fatal. Seminggu lalu Adrian pergi bersama teman-temannya, disana terdapat seorang wanita yang juga menyukainya. Lalu sebelum pulang mereka sempat mengambil foto bersama-sama. Entah mengapa foto tersebut justru terlihat seperti mereka sedang melakukan kencan berpasangan. Adrian tidak tahu kenapa tapi saat itu ia memilih berbohong kepada Dara. Ia mengatakan bahwa saat itu ia sedang ada pekerjaan kantor. Adrian tahu itu salah, dan pada akhirnya dia mengatakan yang sebenarnya kepada Dara. Dia tidak mengira, bahwa kebohongannya yang tidak lebih dari 24 jam itu justru menimbulkan dampak yang begitu besar. Dia tidak pernah melihat Dara marah sampai seperti itu.

Dara tahu Adrian menyayanginya, tak perlu di sangsikan lagi hal itu. Namun kebohongan tetaplah kebohongan, menciptakan lubang bagi kepercayaan. Dara tak tahu apa yang harus dilakukan, bertahan hanya akan menciptakan kepalsuan bahkan bagi dirinya sendiri. Melepaskan sepertunya cara terbaik untuk memperbaiki semuanya, memberi ruang bagi dirinya dan hatinya untuk bisa percaya lagi.

Angin dingin musim gugur mulai berhembus, Dara merapatkan syal dilehernya. Dia mengapit lengan laki-laki disampingnya. Matahari senja menerpa cincin di jari manis nya. Bertahun-tahun lalu saat hatinya berada dalam kebimbangan dan kerapuhan, bergejolak dalam luka yang hampa, Dara memilih mengikhlaskan. Mendekap semua luka dengan hati yang lapang, menguburnya di semakberduri jauh di lubuk hatinya. Dia tahu luka tak akan pernah hilang dan terlupakan, tapi setidaknya dia akan menguburnya jauh dalam kegelapan, menjatuhkannya sampai kedasar, agar dia tidak ingat untuk pernah mengambilnya kembali ke permukaan. Ini tidaklah mudah, Dara dan Adrian harus melalui berbulan-bulan penuh kepalsuan, setiap hari menambal luka hanya untuk bersama-sama kembali ke tempat semula. Dan kini mereka berhasil kembali ke titik semula, kembali ke awal mereka saling mencintai.

Kamis, 06 Juli 2017

Kalah

Aku kecewa.
Kecewa dengan apa yang terjadi diantara kita.
Aku pikir aku bisa lebih memahami mu, tapi ternyata ego ku masih lebih tinggi.
Semakin hari, tembok keegoisanku semakin meninggi. 
Menciptakan sebuah sekat dihati kita.

Aku marah.
Marah pada waktu yang terbuang sia-sia.
Bertahun-tahun bersama hanya untuk pada akhirnya berjalan saling menjauh.

Aku benci.
Benci terhadap diriku yang lemah.
Ternyata hanya segini saja yang bisa aku lakukan.
Aku tak mampu memperjuangkanmu, malah perlahan menarik diri.

Aku tau kata maaf tak akan mampu mengobati luka yang terlanjur tercipta.
Aku pun tak bermaksud melakukannya.
Aku hanya berharap tulisan ini bisa menguraikan sakit yang kita rasa.