Siang hari
yang indah. Matahari bersinar dengan cerah. Rumah aki yang berada di desa,
memperlihatkan pemandangan gunung dari kejauhan dan sawah-sawah yang menghijau
beserta sebuah boneka pengusir burung (di indonesia sering disebut
orang-orangan sawah. Yaitu sebuah jerami atau kayu panjang yang di ikat seperti
tanda salib, kemudian dipakaikan baju, celana, dan topi. Hal ini dimaksudkan
untuk mengusir burung. Agar burung mengira bahwa di sawah itu ada orang yang
sedang berdiri). Di dalam rumah Aris dan Ara sedang bermain. Aris sedang
tidur-tiduran diatas kursi sambil memainkan game elektroniknya (semacam i-pad
atau tablet), sedangkan Ara berpura-pura sedang minum teh bersama Kiki (boneka beruang coklat yang selalu dibawa
oleh Ara).
Aki masuk kedalam rumah sambil berlari dengan nafas terengah-engah. Aris
dan Ara saling menatap. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi, mengapa Aki
tergesa-gesa sekali.
Dari belakang rumah, Aki berteriak “Aris ... Ariss ...
mari tolong Aki ambil air.”
Aris masih tetap tidur-tiduran dan menatap Ara,
“Kenape Aki?”
Aki datang dengan membawa ember di tangannya.
“Penghulu kate kampung kite akan ade masalah bekalan air.”
Aris memejamkan matanya dan menggoyang-goyangkan
kakinya. Sambil melanjutkan permainannya, ia berkata “alahh .. besok je lahh
..”
“Aris! Cepaatt...” Aki membentaknya. “buanye malam ini
tak ade air? Heh?! Macem mane?!”. Aris pun turun dari kursi dan mengambil ember
yang dibawa Aki. Ara mengajak Kiki untuk ikut menemani Aris dan Aki
mengumpulkan air.
--------------------------------------------------------
Aris mengusap keringat di dahinya. “Dah cukup.”
Katanya sambil meletakkan ember yang dibawanya. Dia sudah mengumpulkan dua
ember air untuk disimpan, dan menurutnya itu sudah cukup.
Aki datang dari balik tubuhnya dan mengatakan bahwa
itu belum cukup dan menyuruh Aris mengambil air lagi. Tapi Aris mengeluh bahwa
ia sudah lelah. Aki mengatakan bahwa sebagai seorang lelaki, dia tidak boleh cepat
lelah. Ia bertanya, mana mungkin menyuruh Ara yang mengangkatnya. Aris menatap
Ara yang sedang bermain dengan bonekanya, dan ia tidak tega juga jika harus Ara
yang mengangkut air-air iru. Akhirnya Aris pun kembali membantu Aki memindahkan
ember-ember berisi Air itu untuk disimpan.
Hari semakin siang, Aris dan Aki sudah selesai
mengumpulkan beberapa ember air. Aris dan Aki merasa sangat lelah. Aris
membaringkan badannya, sementara Aki mengibaskan tangannya ke wajahnya karena
merasa lelah. Ara pun mengibaskan bonekanya dengan maksud untuk mengipasi Aki.
“Kamu bedue bila mandikang, jangan bazir air. Satu baldi
ni, dua rang. Tau?!” Aki menasehati cucu-cucunya untuk menghemat air. Karena
sekarang ini kampung mereka sedang kesulitan air.
“Iihh ... mana cukup!” Ara menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Abang sekali jera je dah habis.” Keluh Ara.
“Kite kena bejemat. Buatnye lame tak ada air? nah,
macem mane?!” Aki bertanya pada Ara.
“Hehh .. Takkan nyee ..” Kata Aris yang sejak tadi
diam saja. Nada bicaranya menunjukkan bahwa ia masih sebal karena disuruh
membantu mengumpulkan air.
“Ape-ape pun kite kene besedie. Taklah susah nanti.
Macamm...” Aki akan mulai menceritakan kisah yang berhubungan dengan keadaan
mereka saat ini. “Pade zaman dahuluuuuu ...”
--------------------------------------------------------
Serombongan semut berbaris rapih. Masing-masing dari
mereka, membawa makanan di kepalanya. Didepan pintu sarang, sang raja dan
penasehatnya sedang menunggu sambil menghitung jumlah makanan yang sudah
terkumpul. Sang penasehat memberitahu raja bahwa jumlah makanan mereka masih
belum terkumpul. Raja semut pun memberitahu para rakyatnya, dan dengan
bersemangat mengajak rakyatnya untuk kembali mengumpulkan makanan lagi.
Dalam hutan yang tenang dan asri, Raja semut berjalan
di baris terdepan, mengajak para rakyatnya untuk bersama-sama mengumpulkan
makanan dengan penuh semangat.
“Kerjaaa ......” Raja semut menyemangati rakyatnya.
“Kerjaaa ....” Jawab para rakyatnya serempak dengan
penuh semangat.
“Kerjaa.. Kerjaa ... Kerja hahahaha” mereka
menyanyikan lagu itu dengan semangat. Itu adalah salah satu cara untuk
menyemangati diri mereka.
Dari semak-semak, seekor semut mendengar suara yang
merdu. Suara permainan biola dan orang-orang yang sedang tertawa. Semut itu pun
diam-diam keluar dari barisannya dan mencari arah sumber suara tersebut.
Disana, ia melihat belalang yang sedang asyik memainkan biola sambil bernyanyi.
Disekitarnya ada monyet dan tikus tanah yang sedang menari. Kura-kura dan siput
juga ada disana, menggoyang-goyangkan kepalanya mengikuti irama. Semut itupun
ikut menari mengikuti irama yang dimainkan oleh belalang.
Tiba-tiba, belalang berhenti memainkan musiknya.
Monyet dan tikus tanah pun berhenti menari. Suasana tiba-tiba berubah sunyi.
Tapi semut itu tidak sadar karena ia memejamkan matanya. Ia tetap saja menari
dengan menggerak-gerakkan tangan dan tubuhnya.
Belalang pun memberi isyarat agar semut itu berhenti
menari. Saat ia membuka matanya, ia bingung mengapa semua hewan terdiam. Tikus
tanah memberi isyarat agar semut melihat kearah sampingnya. Dan saat ia melihat
kearah yang diberitahu, ia terkejut melhat rajanya. Raja semut sedang berdiri
diatas sebuah batu sambil melipatkan tangannya di depan dada. Wajahnya masam. Kaki
kanannya diketuk-ketukkan beberapa kali.
Begitu melihat rajanya, semut langsung berdiri tegak
dan memberikan hormat. Setelah itu, ia langsung berlari kembali menyusul
teman-temannya. Raja semut pun pergi hendak kembali ke rakyatnya yang sedang
mengumpulkan makanan. Tapi, baru beberapa langkah ia berjalan, belalang
menyapanya, dan mengajaknya untuk ikut menari. Bergembira bersama dengan yang
lainnya.
“Tak bolehh. Kami kena cari makanan.” Jawab raja semut
kepada belalang yang sudah mulai memainkan biolanya sambil menari mengitarinya.
“Musim kemarau kan dah nak tibe”.
Belalang berhenti memainkan biolanya dan berdiri di
hadapan raja semut. Sambil tertawa, ia berkata, “Hei, itu kan lama lagi. Kita
berhiburlah duluu. Bergembiraaa”
“Ishh. Tak boleh belalang. Kite kene besedie dari
sekarang!” Semut mengingatkan.
Tapi belalang tidak mau mendengarkan nasihat semut. Ia
malah terbang ke atas rumput. “Kau ni rajin sangat lah semut. Coba lah berehat
dan berhibur sekejap”.
“Ade masanye tuk berhibur. Cume bukan sekarang.” Kata raja
semut, tepat ketika belalang akan memulai memainkan biola yang terbuat dari
daun keringnya itu.
“Tapi ...... dah lama kami tengok kau kumpul makanan. Tak
cukup-cukup lagi keh?” tanya tikus tanah.
“Bukan senang nak kumpulkan makanan banyak-banyak?
Kite kena kumpul lebih. Sebab kemarau ni tak menentu.” Raja semut menjelaskan
kepada hewan-hewan yang lain mengapa ia terus mengumpulkna makanan. “buatnya
kemarau panjang, makanan dah habis??”
“Ah?! Matilah ...” Kata siput memotong kata-kata
semut.
“Hmm,, susah kita nanti.” Kata raja semut sambil
menganggukkan kepalanya.
“Aku pun nak cari makanan lah macam ni” Kata siput dan
berlalu pergi meninggalkan teman-temannya. Satu persatu monyet, kura-kura, dan
tikus tanah pun pergi untuk mencari makanan.
Melihat semua hewan pergi untuk mencari makanan,
belalang pun marah kepada raja semut. Dia turun dari atas rumput, dan memaki
raja semut. “Semut!! Semua ni salah kau!! Sekarang macem mane aku nak
menghibur?! Tiade teman menyanyi, menari ..”
Raja semut menggelengkan kepalanya. “Maav belalang! Tapi
baik kau gunakan mase ni tuk kumpulkan makanan, sebaaaaanyaknye!” raja semut
mengingatkan belalang lagi.
Tapi belalang tetap saja membantah. Dia mengatakan
bahwa mencari makanan itu mudah, apalagi belalang adalah hewan kecil yang tidak
butuh makanan banyak. Menurutnya, bumi ini dipenuhi dengan banyak tumbuhan
hijau dan air. Jadi, tidak usah repot-repot untuk mengumpulkan makanan.
Semut tetap mencoba meyakinkan belalang, bhawa pada
musim kemarau, sulit untuk mencari air dan tumbuhan hijau. Tapi lagi-lagi
belalang tidak mau mendengarkannya. Ia malah terbang ke atas rumput, mengusir
raja semut, dan mulai memainkan biolanya lagi.
Dari atas pohon, seekor tua menari mengikuti alunan
musik belalang. Rupanya tupai tua ini sudah sejak tadi berada disana, dan
mendengarkan semua percakapan mereka.
--------------------------------------------------------
Raja semut berdiri di pinggir danau. Sepertinya ada
sesuatu yang sedang di pikirkannya. Tiba-tiba kancil datang, dan tanpa sengaja
menabraknya hingga jatuh. Raja semut pun memanggil-manggil kancil, tapi kancil
tidak mendengarnya. Ia terus berjalan untuk minum di pinggir danau. raja semut
terus memanggil, tapi kancil tetap saja tidak mendengarnya. Akhirnya raja semut
naik ke atas kaki kancil dan hendak menggigitnya, agar kancil dapat melihatnya.
Tepat saat raja kancil hendak menancapkan giginya ke kulit kaki kancil, kancil
melihatnya dan melarangnya melakukannya.
“Semut, kenapekau nak gigit aku?” Tanya kancil.
“Habis, ku panggil kau tak jawab! Lepas tuh kau pijak
aku!” Jawab raja semut.
“Ooo .. maav semut. Aku tak sengaje” Kata kancil
sambil menaikkan kakinya yang diatasnya ada raja semut, agar ia dapat melihat
raja semut dengan lebih dekat. “Janganlah marah ye”. Tepat pada saat itu,
matanya melihat rakyat semut berbaris rapih sambil membawa makanan di atas
kepalanya.
“Eh, kau patut besame mereke cari makanan? Ape kau
buat lah sini?” Tanya kancil sambil menurunkan kakinya, dan membiarkan raja semut
turun.
“akuuu sedang fikir. Macem mane lah simpan air tuk
musim kemarau nanti?” tanya semut.
Tepat saat kancil akan menjawabnya, belalang datang
dengan irama biolanya. Belalang menggesek biolanya dari atas rumput dan mengajak
kancil menari bersama. “Mari berhibur dengan aku” kata belalang sambil tertawa.
Kancil pun terlena dengan alunan musik itu dan mulai ikut menari bersama
belalang. Semut menggelengkan kepalanya. Ia kembali memanggil-manggil kancil.
Suara biola yang dimainkan belalang benar-benar mengganggunya untuk memanggil
kancil.
Tapi, bukan kancil yang menjawabnya, malah belalang
yang mengusirnya. Belalang menyuruh semut pergi dan jangan mengganggu dia dan
kancil yang sedang asik menghibur diri.
“Aku nak bincang sesuatu dengan kancil.” Jawab raja
semut kepada belalang.
“Ooouu .. ini mesti pasal kau tak tau berhibur, dan
asyik bekerja je kan?” jawab belalang mengejek semut. “Salah besar tuh!”
Tambahnya sambil tertawa.
“Eh, aku tau lah nak berhibur!” Jawab raja semut.
“Tapi, belum masanya lagi” Tambahnya.
“Kancil, kau
jangan layan semut ni! Takut sangat dengan kemarau! Nak kumpul makanan lah, nak
cari air lah! Siangshi (slogannya)! Kerja .. Kerja .. Kerja, Kerja, Kerja .. Kerja .. Kerja .. Kerja
hahahaha ..” Kata belalang sambil
menirukan gerakan para semut yang sedang berbaris mengumpulkan makanan.
“Belalang, betul
kata semut”. Jawab kancil membela semut. “Sekarang, bukan masa untuk berhibur. Kite
kene bersiap untuk kemarau. Aku pun dah kumpul makanan.”
“Ahh!! Kau pun
sama lah kancil!!” Jawab belalang dengan marah. “Biar aku berhibur sendiri!
Berhibuuurrrr .. uhuk, uhuk, uhuk ..” belalang terbatuk-batuk karena terlalu
banyak menyanyi. Kerongkongannya terasa kering, dan dia perlu air untuk minum.
Ia lepaskan sebuah daun, dan keluarlah air dari dalamnya. Belalang pun terbang
meninggalkan kancil dan semut.
Kancil mendekati
daun yang tadi di ambil belalang untuk minum. Air masih terus menetes dari daun
tersebut. “Ooouu .... macem tu!” tiba-tiba kancil berseru.
--------------------------------------------------------
“Kerja .. Kerjaa
... Kerja, Kerja, Kerjaa ... Kerja .. Kerja .. Kerja, hahahaha”. Para semut
berbaris rapi menuju sarangnya. Kancil mengikutinya dibelakang, sambil membawa
sebatang dahan di mulutnya. Kepalanya menggeleng-geleng mengikuti irama yang
dinyanyikan oleh para semut.
Kancil
mengeluarkan sebatang dahan dari mulutnya, dan para semut mulai membawanya
masuk ke dalam batang pohon yang sudah kering dan mati. Di bawah batang pohon
kering itulah lubang sarang semut berada.
“Sekarang, kau tak
payah risau lagi. Semue dah selesai.” Kata kancil kepada raja semut.
“Terimakasih
kancil. Kau memang baik dan bijak”. Kata raja semut.
“Hmm,, aku tauu!
Aku pergi dulu. Jaga diri baik-baik. Jumpa lagiii ...” Kata kancil dan berlalu
pergi.
--------------------------------------------------------
Matahari bersinar
terik. 3 ekor burung bangau terbang sambil meneriakkan, “Kemarau .. Kemarau ..
Kemarauuuuu”
Hutan yang tadinya
penuh berwarna hijau, lebat dengan pepohonan, kini berwarna coklat. Kering dan
kerontang. Tanah-tanahnya memperlihatkan garis pecah-pecah, menandakan bahwa
tidak ada kandungan air di dalamnya.
Angin berhembus,
menerbangkan sepucuk daun yang mengering. Belalang yang sedang berteduh di
baliknya merasa terkejut, tapi ia tak kuasa untuk mengambilnya. Karena angin
menerbangkannya dengan cepat. Di tambah lagi, panas ini membuatnya merasa
lemas. Ia juga merasa sangat lapar dan haus, karena tidak berhasil menemukan
makanan. Daun-daun hijau yang selama ini menjadi makanannya berubah menjadi
coklat dan kering. Bunga-bunga yang selama ini menyimpan cadangan embun pun
mulai kering dan tak ada air sedikitpun.
--------------------------------------------------------
“Byuuurrrrr ....” Seekor
kucing kecil menabrak ember berwarna biru. Air didalamnya tumpah semua. Aris
dan Ara yang sedang serius mendengarkan cerita Aki menjadi kaget. Aki
menghentikan ceritanya dan mengisi kembali ember biru itu hingga penuh.
“Lepas tuh, lepas
tuh? Belalang tuh mati keh??” Tanya Ara kepada Aki yang sedang mengisi air.
“Hei, mestilah
mati!” Jawab Aris menggoda adiknya. “Tak makan, tak minum ..” Tambah Aris.
“Taakkk .. Kancil
mesti tolong die. Ya kan ki?? Kan, kan??” Tanya Ara dengan manja kepada Aki.
Aris tertawa dan
terus menggoda adiknya. “Belalang tuh matii”. “Tak, belalang tak matii. Kancil
kan ada.” kata Ara tak mau kalah.
Aki datang dan
menengahi mereka.”Dah, dah, jangan nak gaduh-gaduh!”. Aki lalu melanjutkan
ceritanya. “Lepas tuh ...”
--------------------------------------------------------
Belalang tidur di
atas tanah kering yang tandus. Teriknya matahari membuat suasana hutan menjadi
begitu gersang dan seperti padang pasir. “Airr ..” ucap belalang dengan lemas.
Tiba-tiba dari kejauhan, ia melihat buah segar berwarna merah. Karena
mengiranya sebagai makanan, belalangpun datang menghampirinya. Wajahnya
terlihat sangat senang karena ia berhasil menemukan makanan. Ia pun langsung menggigit
buah itu.
Betapa terkejutnya
saat ia lihat ada sepasang mata besar yang sedang menatapnya. Belalang pun
jatuh kembali ke tanah kering dan tandus. Ia merasa ketakutan karena ia pikir
ia akan dimakan oleh mata yang menatapnya itu.
Tikus tanah yang
memandang belalang, dan menyadari bahwa hidungnya yang berwarna merah baru saja
digigit oleh belalang langsung berteriak kesakitan, “Sakiiittttt” dan langsung
masuk kembali kedalam tanah.
Belalang pun
berlari, dan terus berjalan dengan nafas terengah-engah. Tiba-tiba ia
dikejutkan dengan sebuah kulit pisang yang jatuh dari atas. Belalang memandang
ke atas, dan melihat ada monyet yang sedang asyik makan pisang dari atas pohon.
“Ahh .. Sedapnyee .. Pisang!!” Kata monyet sambil memakan pisangnya.
Dari bawah pohon,
belalang memanggil monyet, “Monyett!! Tolong .. Bagi lah sikit. Aku lapaarr..”
belalang berkata dengan wajah lesunya.
Monyet menghitung
pisang yang dimilikinya. “Eeehhh .. Tak boleh, tak bolehh ..” Kata monyet dan
terus naik ke puncak pohon tinggi.
“Monyett ..
hentiii ...” belalang putus asa, dan membalikkan badannya. Tepat saat itu, ada
siput yang lewat di hadapannya. “Eh, Siput!!” Panggil belalang. “Aku laparlah.
Ada makanan tak?” Tanya belalang kepada siput.
“Ade!!” Siput pun
masuk kedalam cangkangnya. Ia keluar dengan sebuah bola hitam kecil penuh
lendir di mulutnya.
Melihat itu,
belalang malah merasa jijik.
“Tak nak sudah!”
Kata siput dan langsung memakannya. “Aku nak pergi dulu!” Siput langsung
berlalu pergi dengan masuk kedalam cangkangnya dan menggelindingkan tubuhnya.
Meninggalkan belalang yang masih memanggilnya.
Belalang pun
kembali berjalan. Ia mendatangi kura-kura. Ia panggil kura-kura yang berada
didalam cangkangnya. “Kure-kure .. Ooh .. Kure-kure .. Yuhuuu .. Kure-kure ..
Kau ada tak dalam tak??”. Karena tak ada jawaban, belalang pun pergi dan terus
berjalan.
Burung gagak
berbunyi dari kejauhan. Belalang berjalan ke pinggir danau. disana ia melihat
bayang-bayang hitam yang sedang berenang. Ia gelengkan kepalanya, karena ia
fikir ia hanya berhalusinasi.
Saat belalang
sedang minum, seekor ikan lompat dari dalam air hendak memakannya. Belalang pun
kaget dan berteriak. Ia langsung berlari menjauh dari danau.
Matahari semakin
bersinar terka. Belalang pun semakin lemas. Ia sangat kepanasan, kelaparan,
juga kehausan. Nafasnya terengah-engah. Ia duduk di sebuah batu dan memainkan
biolanya. Berbeda dari biasanya, kali ini ia mainkan melodi yang sedih.
“Sedihnya, hidupkuu ..”
Tiba-tiba ia
mendengar bunyi alunan musik yang ceria,dan bau makanan yang sedap. “Hmmm,,,
Makanan, makanan, makanannn ...” katanya sambil mengikuti arah bau tersebut.
Ternyata bau itu
berasal dari sarang semut. “Eh, kalau belalang tak nak tolong?” Belalang
ragu-ragu untuk mengetuk pintu. Saat itu, sinar matahri sungguh sangat terik.
“Uhh,, panasnyee” Kata belalang sambil menutupi wajahnya dengan tangannya.
Karena sudah tidak tahan, belalangpun memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
“Belalang?? Ape
kau nak??” Tanya penasehat semut yang mengintip dari lubang pintu.
“A.. Akuu .. Aku
laparr ..” Kata belalang malu-malu. “Hauss.. boleh minta bagi sikit makanan dan
minuman?” Tanyanya dengan wajah memelas.
Penasehat semut
bingung dan menggaruk-garuk kepalanya. “Maav belalang, aku tak boleh bagi.”
Kata-kata itu membuat belalang sedih. “Tanpa kebenaran raja semut” Tambah
penasehat semut dan langsung menutup lubang pintunya.
“Eh, tunggu,
tunggu, tungguuu ..” Kata belalang sambil terus mengetuk-ngetuk pintu. Saking lemasnya,
belalang pun terjatuh.
Raja semut yang
baru saja kembali ke sarangnya, terkejut melihat belalang di depan pintu
sarangnya. “Belalang, bangun, bangun. Apa hal ni? Kenape kau tidur sini?”
“Semuutt .. Tolong
... Aku tak ade makanan. Aku lapaaarr.” Kata belalang dengan lemah.
“Kau tak ade
makanan sikit pun?” Tanya semut.
“Aku tak ade mase
nak kumpul makanan. Aku sangat sibuk membuat lagu, menari, dan menghibur. Tanpe
aku sadari, musim kemarau telah pun tibe.” Belalang menjelaskan.
“Wooww .. Membuat
lagu yee. Baiklah, lagu tersebut telah kau selesaikan. Nah sekarang,
menarilah!! Menari!! Menari!!” Kata raja semut sambil berjalan meninggalkan
belalang.
“Tapi, aku memang
kene berhibur. Kalau tak, hidupku sunyi jee..” Kata belalang. “Jadi, memang tak
sempat aku kumpulkan makanan.” Ia mencoba membeladirinya di hadapan raja semut.
“Memang patut lah
kau kebuluran!!” Bentak raja semut. Belalang kaget mendengar ucapan raja semut
yng begitu menyakitkan. “Hewan lain sibuk nak cari makanan, kau asyik nak berhibur
jee..!!”. Belalang pun pingsan mendengar kata-kata raja semut.
--------------------------------------------------------
Matahari masih
bersinar dengan teriknya. Belalang mengerjapkan matanya mulai terbangun. Betapa
terkejutnya ia saat terduduk dan melihat banyak semut di sekitarnya. Ada yang
sedang berbincang, menulis, bermain panco, dan memakan buah apel hijau yang
besar. Melihat makanan, perutnya kembali berbunyi.
“Belalang, dah
sadar?!” Tanya raja semut yang berjalan ke arahnya. “ Kau laparkan? Jom ikut aku!”
Raja semut meminta belalang mengikutinya.
“Huuaaa ... Banyak
nye makanan.” Belalang terkejut menyaksikan sebuah ruangan yang penuh dengan
makanan.
Raja semut
mengajak belalang duduk. Raja semut kemudian menepuk kedua tangannya, dan
terbukalah sebuah tabir. Di baliknya terdapat lebih banyak lagi tumpukkan
makanan. “Waaahhhh ... Banyaknyeee ...” Belalang terpana melihatnya.
“Ini lah hasil
kerja keras kami.” Raja semut berkata dengan bangga. Raja semut kembali
menepukkan tangannya. Beberapa ekor semut berbaris dengan membawakan berbagai
macam makanan dan di letakkan di hadapan belalang.
“Makanlah!” Kata
raja semut.
“Terimakasih
semua” Kata belalang dengan senyum di bibirnya. Ia pun mulai makan dengan
lahapnya sampai tersedak. Seekor semut pun memberikannya air untuk minum.
“Selepas ni, kau
harus bersedie untuk menghadapi kemarau. Jangan asyik nak berhibur je!” Raja
semut menasehati belalang.
“Baiklah!” Kata
belalang dengan tersenyum. “Mulai hari ini, aku akan berusaha untuk lebih rajin,
dan mencontohi sikap baik hati, dan kerja keras kau semut!” Kata belalang
dengan sungguh-sungguh. Rakyat semut yang mendengarnya pun bersorak bergembira.
Raja semut pun
menjentikkan jarinya. Dan alunan musik pun terdengar. Beberapa ekor semut memainkan
alat musik dengan meniup ranting yang di jadikannya seruling, dan memukul
bunga-bunga yang di jadikannya seperti drum.
Penasehat semut
memberikan biola kepada belalang. Raja semut di sebelahnya mengisyaratkan agar
belalang memainkan alat musiknya di atas panggung bersama para semut lainnya.
Belalang pun tanpa
ragu langsung mulai memainkan melodinya. Semut-semut yang lain pun mulai
menari. “Lalalala, lalalala, lalalalaaa ....”
Di atas sebuah
pohon, tupai tua sedang duduk sambil memegang tongkat dan seekor capung.
“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian”
--------------------------------------------------------
“Bersakit-sakit
dahuluuu ... Bersenang-senang kemudiaannn...” Kata Aki sambil menggoyangkan
badannya. “Artinya, Biar suseh dahulu, sebelum
mendapat kesenangan.” Kata Aki menjelaskan.
“Oouhh .. Kite
susah-susah tak ade air dulu, sekarang dah ade air, senang lah ya Ki?” Tanya
Aris kepada Aki.
“Ahaha .. Betul
tuh. Sekarang, boleh lah berehat. Supaye kite tak usah risau masalah ni.” Kata
Aki sambil tersenyum.
Aris kembali
merebahkan tubuhnya. Sedangkan Aki membawa ember-ember berisi air itu ke dalam
rumah. Ara yang melihat ada satu ember yang masih tersisa, hendak membawanya
seorang diri. Tapi ternyata ia tak kuat mengangkatnya. Aris pun datang
membantunya dan mereka bersama-sama membawanya ke dalam rumah.
“Patutnya semut
tak tolong belalang!” Kata Aris kepada Ara. “Biarken die mati!”
Ara terkejut
mendengarnya. “Abanggg!! Tak baikk ... Kasian belalang”
“Ariss... Aris..”
Aki menggelengkan kepalanya. “kalau orang susah minta tolong, Aris nak
biarkan?”
“He-eh! Biar je
lah!” kata Aris dengan santainya.
“Ee-eh, mane
boleh?! Kite kene jadi macam kancil. Bijak, suka tolong, macem kancil tolong
semut.” Kata Ara.
“Betul lah tu.
Baiknya cucu Aki, bukan macem tu!” Kata Aki sambil membelai rambut Ara. Aris
yang mendengarnya hanya tertawa sambil menggaruk kepalanya.
--------------------------------------------------------
Malam membungkus
desa. Bulan sabit bersinar dengan terangnya. “Kau orang tau tak belalang tuh
boleh dimakan?” Suara Aki dari dalam rumah.
Topi dari
orang-orangan sawah terjatuh. Dan belalang pun mulai memainkan biolanya lagi.
“Iiihhhh ... makan
belalang??!! Tak nak!! Tak nakk!!” Jawab Ara.
“Aki pernah makan
keh?” Tanya Aris.
“Pernahh .. belalang
punya goreng, sedaapppp ...” Kata Aki. Di luar rumah seeokor ikan kecil
melompat-lompat hendak memakan belalang.
“Kalau ka luar
negare, belalang, jangkrik, ulat sagu, semuee ade jual di tepi jalan.” Aki menjelaskan.
“Heh, mane Aki
tahu??” Tanya Aris.
“Bapak kau yang
cerite ..” Jawab Aki sambil menguap. “Selamat malam”
“Alaahhh.....” Jawab
Aris dan Ara bersamaan. Dan Aki pun mematikan lampu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar